Menyuarakan Pendapat

Jumat kemarin, 8 Agustus 2008, udara siang Jakarta seperti biasanya panas banget. Saya pas lagi shift Siang, jadinya berangkat dari rumah jam 1 siang. Kerasa banget terik matahari menyengat. Naik bus 43, eh pas lagi penuh-penuhnya orang. Saya jadinya gak kebagian tempat duduk.

Tapi bukan itu yg jadi masalah saya waktu naik bus jurusan Tanjung Priok ini. Kenapa? Soalnya ada satu suara yg cukup mengganggu bus. Sudah suasana bus penuh, anehnya nih orang tetep nyerocos ngomong di bus tanpa rasa takut. Saya kira, dia seorang pengamen puisi yg mencari rezeki. Ternyata, seorang bapak berpakaian rapi, dengan kacamatanya, dia menyuarakan masalah Indonesia! Entah dia (maaf sebelumnya) kurang waras, atau memang ingin menyuarakan isi hatinya tentang Indonesia.

Beberapa hal yg saya tangkap dari omongannya waktu siang itu adalah masalah Global Warming, alias pemanasan global yg terasa banget di Indonesia. Katanya, kita harus lebih peduli dengan tidak menebang pohon (dia juga sempat menyalahkan Dept Kehutanan karena ketidak bisaannya dalam menangani ilegal logging), memisahkan sampah plastik dll, dan mengajak menyuarakan pendapat. Dia juga menyinggung anak bumi Papua asli yg ditangkap dan dipenjara 15 tahun karena ingin Papua merdeka. Juga tentang bumi Papua yg penduduk aslinya tidak dapat tempat di pemerintahan, karena banyak warga dari luar Papua yg malah menjabat di sana.

Sangat disayangkan sekali, ini orang tua, kurang tepat sekali menyuarakan pendapatnya. Ya iyalah, di dalam bus, dia mengoceh sendiri, tanpa diperhatikan orang lain. Diperhatiin orang lain bukan karena orasinya, tapi karena berpikir, nih orang siapa? Trus lagi ngapain? Ngomong sama siapa? Pengennya sih saya tanya tuh bapak, ngapain, dan berorasi untuk siapa? Tapi karena suasanan bus cukup penuh, jadinya saya gak mungkin untuk bolak-balik ke si bapak itu menanyakan hal-hal itu.

Sekarang memang era demokrasi, tapi bukan berarti mesti menyuarakan semua isi hati dan unek-unek kita di sembarang tempat dong? Layanan publik seperti bus sudah sering diganggu dengan pengamen, sales dagang sampai (kadang) copet. Sudah cukuplah itu semua tanpa harus ditambah dengan orasi tanpa arti. Padahal, sudah modern seperti ini, suara kita bisa disalurkan lewat media massa (surat kabar dengan menulis artikel), atau menulis di blog.

Semoga bapak itu tidak lagi berorasi di bus-bus kota, karena saya pikir pasti bakalan kering tenggorokan kalau ngoceh lebih dari 1jam terus...

Comments

Popular posts from this blog

Kartu Member

Bahasa Serapan...

Modus Penipuan Pembeli Online